oleh : Agus Isnaeni (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Dalam
dekade terakhir, dunia telah menyaksikan perubahan besar yang dipicu oleh
kemajuan teknologi digital. Transformasi ini tidak hanya mengubah cara kita
berkomunikasi, tetapi juga struktur ekonomi dan politik global. Di tengah
perubahan ini, ekonomi politik komunikasi muncul sebagai kerangka analisis yang
penting untuk memahami dinamika kekuasaan, kontrol, dan distribusi sumber daya
di era digital. Transformasi digital saat ini menjadi salah satu penggerak
utama perekonomian global, termasuk di Indonesia. Dalam kerangka ekonomi
politik komunikasi, transformasi ini mencerminkan relasi kompleks antara
kekuatan ekonomi, kebijakan publik, dan perkembangan teknologi komunikasi yang
saling memengaruhi. Komunikasi, yang dulunya merupakan proses sederhana untuk
menyampaikan informasi, kini telah menjadi komoditas strategis.
Platform
seperti media sosial, layanan streaming, hingga aplikasi perpesanan bukan hanya
alat komunikasi, tetapi juga ladang bisnis dengan nilai ekonomi triliunan
dolar. Namun, di balik angka-angka besar ini, ada pertanyaan mendasar: siapa
yang sebenarnya mengendalikan arus informasi ini? Ekonomi politik komunikasi
mengkaji bagaimana kekuatan ekonomi—korporasi teknologi raksasa seperti Google,
Meta, dan Amazon—mengendalikan infrastruktur komunikasi global. Dengan
kekuasaan yang begitu besar, mereka memiliki kemampuan untuk memengaruhi opini
publik, kebijakan, dan bahkan hasil pemilu. Namun, tidak semua negara atau
individu memiliki akses yang setara ke teknologi dan informasi. Kesenjangan
digital tetap menjadi isu besar, terutama di negara-negara berkembang.
Ketimpangan ini mencerminkan ketidakadilan ekonomi dan politik yang lebih luas.
Ketika komunikasi menjadi alat kekuasaan, mereka yang tertinggal secara digital
juga kehilangan kemampuan untuk bersuara dalam arus globalisasi.
Dalam
konteks ini, pemerintah dan regulator memiliki tanggung jawab besar. Tanpa
kerangka kebijakan yang jelas, kekuatan korporasi global dapat melampaui batas,
menempatkan kepentingan masyarakat umum dalam risiko. Perlu ada regulasi yang
memastikan distribusi sumber daya komunikasi yang adil, melindungi privasi
individu, dan membatasi penyalahgunaan kekuasaan informasi. Meski tantangan
besar, era digital juga membuka peluang untuk inovasi dan demokratisasi. Dengan
pendekatan ekonomi politik komunikasi, kita dapat membangun ekosistem
komunikasi yang lebih inklusif, di mana teknologi digunakan untuk memajukan
kesejahteraan sosial, bukan sekadar keuntungan ekonomi. Pada akhirnya, masa
depan komunikasi global tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi pada
bagaimana kita mengelola hubungan antara ekonomi, politik, dan masyarakat.
Dengan memahami dan menerapkan prinsip ekonomi politik komunikasi, kita dapat
memastikan bahwa teknologi digital benar-benar menjadi alat yang memberdayakan,
bukan mengendalikan.
0 Comments